02 Juli 2008

Sulit, Biofuel dari Ubi Kayu

BOGOR, (PR).-
Indonesia sulit berharap biofuel dari gula dan ubi kayu. Pasalnya, produksi gula dalam negeri saat ini masih defisit, sedangkan pembudidayaan ubi kayu masih terhambat sifat agronomisnya. Dengan kata lain, peluang pengembangan secara massal kedua komoditas penghasil biofuel ini sangat terbatas.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Bustanul Arifin mengatakan, produksi gula di Indonesia saat ini rata-rata 2,8 juta ton per tahun, lebih kecil dari total konsumsi gula yang mencapai 3,7 juta ton per tahun. Jumlah produksi ubi kayu memang tercatat lebih besar, yaitu 20 juta ton.

"Namun, sulit mengembangkan ubi kayu yang bukan termasuk komoditas unggulan karena sifat agronomisnya yang rakus hara tanah," tuturnya pada seminar nasional "Menegakkan Kedaulatan Petani", dalam Rakernas Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) 2008, di Institut Pertanian Bogor (IPB) International Convention Center Botani Square Garden Bogor, Selasa (1/7).

Di lain pihak, harga gula di pasar dunia cenderung naik karena beberapa negara besar kini sedang mengembangkan bioetanol. Amerika Serikat dan Brasil tercatat sebagai negara yang permintaan gulanya terus meningkat setiap tahun.

Hal yang sama juga terjadi pada minyak jarak. Menurut Bustanul, sikap skeptis dari banyak pihak tentang potensi biofuel, ketersediaan dan aksesibilitas teknologi siap pakai minyak jarak yang masih terbatas membuat biofuel minyak jarak sulit berkembang.

Sementara itu, Ketua Umum HKTI Prabowo Subianto sangat yakin Indonesia dapat swasembada pangan dan energi, asalkan fokus memperbaiki sektor pertanian. Langkah awalnya dengan memberikan bibit tanaman biofuel yang baik, lalu memberikan pendidikan tentang pemanfaatan tanaman itu sebagai penghasil energi.

"Yang penting kelompok-kelompok tani ini kita didik dulu, nanti mereka sendiri yang akan memelihara dan mengembangkan," ungkapnya. (CA-180)***

Sumber : Pikiran Rakyat, Rabu 2 juli 2008

0 komentar:

 
Tutorial Blogspot©