08 Juli 2008

Pabrikan Sesuaikan Harga Impor

KENAIKAN harga pakan berbahan baku jagung, menjadi keluhan umum para pembudi daya ikan dan peternak unggas. Kerap naiknya harga pakan terjadi sejak tiga tahun terakhir, karena bahan baku produksi banyak mengandalkan pasokan lokal seiring tidak masuknya jagung impor ke Indonesia.

Di mata pembudi daya ikan dan peternak unggas, kenaikan harga jagung menjadi beban tinggi bagi biaya produksi menyebabkan harga pakan terus naik. Pakan ikan saja, sejak enam bulan terakhir sudah naik empat kali.

Pengurus Perhimpunan Pembudidaya Ikan Waduk Cirata (Perpic), H Icep Dadan, menilai, kenaikan harga pakan dapat diantisipasi, jika pemberitahuan dari pabrikan dilakukan jauh-jauh hari. Ini memberikan waktu bagi para pembudi daya ikan melakukan efisiensi usaha, apalagi harga jual disesuaikan daya beli konsumen umum.

"Selama ini, pemberitahuan kenaikan harga pakan ikan selisih waktunya ke pembudi daya umumnya hanya 2-3 hari. Akibatnya banyak pembudidaya ikan sering kelabakan, sehingga harga ikan sering tiba-tiba melonjak," katanya.

Lain halnya dilontarkan Pejabat Ketua Umum Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) HM Alie Aboebakar, Sekretaris III Ashwin Pulungan, serta staf ahli Waryo Sahru. Mereka menilai penyebabnya pihak pabrikan pakan, yang menyamakan dengan harga jagung internasional. Padahal harga jagung lokal dibeli dengan harga lokal, setelah dibuat pakan harganya disamakan produk impor yang mencapai Rp 4.000,00/kg.

"Ini membuat harga produk-produk berprotein, seperti daging ayam dan ikan menjadi tinggi. Daya beli konsumen yang masih rendah membuat daya serap menjadi terbatas, bukan karena rendahnya budaya masyarakat mengonsumsi makanan berprotein," kata Alie.

Menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar, pemasaran produk jagung hibrida lokal sebanyak 80 persen dipasok ke industri pakan ternak dan pabrik makanan. Sentra produksi utama terdapat di Majalengka, Sumedang, dan Garut, di samping beberapa kabupaten lain.

Sepintas situasinya menjadikan peluang bagi para petani lokal untuk memperoleh perbaikan harga jagung. Tak heran, harga jual jagung pipilan kering, khususnya jenis hibrida, sejak dua tahun terakhir terus naik dari tingkat petani sampai pedagang besar, semula maksimal Rp 1.000,00/kg kini sedikitnya dihargai Rp 1.600,00/kg saat musim panen dan pada pasokan sudah mulai habis kini mencapai Rp 2.600,00/kg.

Ketua Wadah Pemasaran Bersama (Wasarma) Jagung Kab. Majalengka, Dodi Kusdinar, mengatakan, harga jagung mencapai harga tertinggi sampai bulan Juli, karena stok di lapangan sudah sangat minim ditambah akibat banyaknya kegagalan panen karena kekeringan.

Stok kebanyakan ada di pedagang namun masih harus dihitung-hitung biaya lain, karena untuk sampai ke industri diusahakan maksimal Rp 3.000,00-Rp 3.200,00/kg.

Adalah biaya angkut menjadi kendala utama bagi bisnis jagung, yang imbasnya dirasakan kepada petani. Kendati harga jagung tinggi, lokasi pembudidayaan yang jauh, biaya angkut semakin tinggi dan harga sampai ke petani berkurang.

"Namun, situasi kenaikan harga jagung sifatnya sesaat, lebih banyak karena faktor produksi dan biaya angkut. Diprediksi harga jagung akan kembali menurun pada Agustus mendatang, karena musim pada beberapa sentra produksi mulai panen besar kembali," katanya. (Kodar S./"PR")***

Sumber : Pikiran Rakyat, Selasa 8 Juli 2008

0 komentar:

 
Tutorial Blogspot©