11 Juli 2008

Kekeringan tak Pengaruhi Pangan
Mentan, "Indonesia Memerlukan Banyak BPPV"

SUBANG, (PR).-
Bencana kekeringan yang melanda sejumlah daerah di Indonesia, dipastikan tidak akan berpengaruh terhadap pengadaan pangan secara nasional. Sebab, jumlah areal tanaman padi yang puso tidak terlalu signifikan.

Demikian diungkapkan Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono, seusai melakukan peletakan batu pertama pada projek pembangunan laboratorium kesehatan hewan untuk avian influenza dan penyakit hewan lainnya di Dusun Werasari Kel. Dangdeur Kec./Kab. Subang, Kamis (10/7).

Hadir dalam kesempatan itu, Wakil Dubes Jepang untuk Indonesia Satoro Sato, Dirjen Peternakan Departemen Pertanian Cepy Dorojatun Sujana, Wakil Bupati Subang Maman Yudia, dan segenap pihak-pihak terkait lainnya dalam pembangunan tersebut.

Menurut Mentan, bencana kekeringan hanya melanda sekitar 100.000 hektare sawah. Sementara yang mengalami puso hanya 67.000 hektare," ujar Mentan.

Menurut dia, berdasarkan hasil evaluasi hingga akhir Juni lalu, musim kering tahun ini tidak separah tahun-tahun sebelumnya. Bahkan di bebarapa daerah di Indonesia curah hujan masih tergolong normal, sehingga tidak mengancam pengadaan pangan nasional.

"Jika tidak terjadi perubahan cuaca ekstrem, target pengadaan pangan kita pada tahun ini bakal tercapai. Kita tak perlu mengimpor beras," kata Anton.

Dikatakan, pada tahun ini pihaknya menargetkan pengadaan pangan sebanyak 6,8 juta ton gabah kering giling (GKG). Padahal hingga akhir Juni, pengadaan pangan telah mencapai 59,1 juta ton GKG. Artinya, guna memenuhi target itu, para petani dan pihak-pihak terkait lainnya tinggal menggenjot produksi lebih kurang 2 juta ton GKG lagi.

Penyakit hewan

Terkait soal pembangunan Balai Penelitian dan Pengujian Veteriner (BPPV) di Kab. Subang itu, Mentan mengatakan, saat ini subsektor peternakan merupakan tulang punggung Departemen Pertanian dalam pemenuhan gizi masyarakat. Sementara, akhir-akhir ini pengembangan peternakan di Indonesia banyak terhambat barbagi jenis penyakit hewan seperti antraks dan avian influenza (AI).

Oleh karena itu, ungkap Mentan, pihaknya memerlukan lebih banyak BPPV untuk menunjang pengembangan ternak di Indonesia. "Saat ini kita baru memiliki 7 BPPV. Padahal idealnya setiap provinsi mempunyai 1 BPPV," kata dia.

Sementara itu, beban BPPV yang telah ada belum bisa meng-cover semua permasalahan ternak yang muncul dari berbagai derah.

Atas dasar tersebut, pihaknya terus berupaya membangunan dan mengembangkan BPPV di setiap daerah. "BPPV yang akan sedang dibangun di Kab. Subang ini merupakan bantuan dari masyarakat Jepang. Kita hanya menyediakan lahannya saja," kata Mentan. Selain di Subang, pembangunan BPPV serupa dilaksanakan pula di Medan dan Lampung. Semua BPPV tersebut nantinya diharapkan bisa menekan penyakit ternak termasuk penyebaran virus IA.

Menurut Mentan, dewasa ini penyebaran virus AI di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Sebab, kasus penyebaran virus tersebut sudah ditemukan di 31 provinsi dari 33 provinsi yang ada. "Virus tersebut saat ini tidak hanya mengancam keselamatan hewan, tetapi juga telah mengancam jiwa manusia," kata Mentan.

Sementara itu, Wakil Dubes Jepang untuk Indonesia Satoro Sato mengatakan, masyarakat Jepang sengaja menyisihkan dana untuk membantu pendirian laboratorium AI di Subang. Pasalnya, Indonesia sudah tergolong sebagai daerah endemi AI. Sementara itu, AI sendiri merupakan tantangan terberat umat manusia yang perlu dihadapi saat ini.

"Bukan hanya Indonesia yang teracam oleh virus AI, tetapi semua umat manusia di Dunia ini ternacam pula," kata Sato. Dikatakan, kerja sama pembanguanan laboratorium itu diharapkan bisa mempererat hubungan Pemerintah Indonesia dengan Jepang. Pihaknya berjanji akan melanjutkan kerja sama dalam bidang-bidang lain di masa mendatang. (A-106)***

Sumber : Pikiran Rakyat, Jum'at 11 Juli 2008


0 komentar:

 
Tutorial Blogspot©