04 Juli 2008

Kredit Sulit, Petani Pinjam ke Rentenir

Kalangan pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi mengaku masih kesulitan untuk mengakses kredit murah, terutama kredit usaha rakyat (KUR), pada bank-bank teknis penyalur KUR. Salah satunya dialami para pelaku usaha yang tergabung dalam Koperasi Wargi Saluyu, Cirata, Kab. Bandung Barat.

Ketua Koperasi Wargi Saluyu, Cirata, Kab. Bandung Barat, Cecep Harun Al Rasyid, mengatakan hal itu kepada "PR", di sela-sela acara Cooperative Fair di Lapangan Gasibu Bandung, Kamis (3/7).

"Kami masih sulit mengakses kredit ini karena bank tetap mensyaratkan agunan. Padahal, dukungan modal ini sangat dibutuhkan untuk mengembangkan usaha. Kalaupun ada kredit tanpa agunan di bawah Rp 5 juta, itu sudah penuh. Sedangkan untuk kredit di atas Rp 5 juta, harus ada agunan dan beberapa surat izin lainnya," ungkapnya.

Oleh karena masih mengalami kesulitan untuk mengakses kredit tersebut, ia mengaku terpaksa harus meminjam modal kepada rentenir dengan bunga sangat tinggi. "Kalau pinjam ke rentenir, bunganya bisa mencapai 20% per 40 hari atau maksimal 2 bulan, dan pembayarannya mingguan. Ini tentu sangat memberatkan kami," katanya.

Menurut Cecep, meski dengan bunga sebesar itu, para petani tetap membayar cicilan tepat waktu. "Apalagi kalau ada pinjaman dari bank yang bunganya lebih kecil, pasti dibayar. Mereka hanya minta kemudahan. Minimal mereka tidak dipersulit. Mereka jujur, tidak pernah ada petani yang punya utang di bawah Rp 1 juta lari tidak bayar utang," ujarnya.

**

Cecep mengatakan, Koperasi Wargi Saluyu beranggotakan 357 pengusaha di bidang pertanian, perikanan jaring apung, dan perdagangan. Untuk mengembangkan usaha, para pengusaha tetap membutuhkan dukungan akses permodalan.

Namun, kata Cecep, dukungan perbankan kepada usaha kecil masih belum sesuai dengan kenyataan, termasuk kesulitan untuk mendapatkan KUR.

Padahal, kebutuhan modal para petani jaring apung misalnya relatif tidak besar, sekitar Rp 1 juta - Rp 10 juta. Namun, untuk mendapatkan KUR itu masih sulit dan tetap harus menyerahkan agunan seperti akta jual beli atau sertifikat tanah. Persyaratan lain seperti SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) juga diharuskan. Cecep mengakui, janji serta jargon keberpihakan perbankan dan pemerintah yang didengung-dengungkan sangat berbeda dengan fakta di lapangan.

**

Pemimpin Wilayah BRI Bandung, Yasirin S. Ginting, saat dihubungi "PR" melalui telefon, Kamis (3/7) sore, menyanggah jika kredit usaha rakyat (KUR) harus ada agunan. Begitu pula dengan munculnya anggapan tentang tidak adanya agunan untuk kredit di bawah Rp 5 juta dan harus ada agunan untuk kredit di atas Rp 5 juta.

"Itu keliru. Sebenarnya, KUR tidak ada agunan. Kredit sampai Rp 500 juta dalam KUR ini tidak ada agunan," katanya.

Meski demikian, ia menjelaskan, untuk mendapatkan kredit tersebut, selain bankable juga harus feasible. "Apakah usaha yang sedang dijalani itu layak atau tidak," ungkapnya.

Yasirin juga menilai, selama ini KUR sudah cukup disosialisasikan oleh lembaga-lembaga terkait termasuk seringnya pemberitaan di media. "Memang, kalau disosialisasikan satu per satu tentu akan sulit dilakukan," katanya.

Berdasarkan Buku Kajian Ekonomi Regional Jabar yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) Bandung, KUR adalah skim kredit dengan penjaminan yang diresmikan pemerintah 5 November 2007 lalu. Melalui skim kredit ini, diharapkan perbankan lebih berani untuk menyalurkan kredit kepada UMKM.

Perusahaan Penjamin Kredit yang ditunjuk adalah PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU). Terdapat enam bank yang ditunjuk sebagai penyalur KUR, yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri.

KUR hanya diberikan untuk usaha produktif, yaitu kredit modal kerja dan untuk investasi, dengan batas maksimum plafon kredit Rp 500 juta. Suku bunganya maksimal 16% (efektif). (Lina Nursanty/Ivan W./"PR")***


Sumber : Pikiran Rakyat, Jum'at 4 Juli 2008


0 komentar:

 
Tutorial Blogspot©