04 Juli 2008

Harga Telur dan Daging Melonjak



Dampak rayonisasi perdagangan dan melonjaknya biaya produksi yang mencapai 100% di kalangan peternak, harga telur dan daging ayam melejit sejak beberapa hari terakhir. Pada tingkat eceran, harga telur ayam sudah mencapai Rp 13.000,00/kg dan daging ayam Rp 19.000,00-21.000,00/kg.

Padahal pada saat normal, harga telur maksimal Rp 10.000,00/kg dan daging ayam Rp 17.000,00/kg. Kenaikan itu diperkirakan akan bertahan apalagi bulan puasa dan lebaran tinggal dua-tiga bulan lagi. Informasi dari sejumlah pasar tradisional, Kamis (3/7), harga telur di tingkat pedagang sudah mencapai Rp 12.000,00-13.000,00/kg dan harga daging ayam Rp 18.000,00-20.000,00/kg.

Staf Ahli Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Waryo Sahru, yang dikonfirmasi, membenarkan kondisi demikian. Menurut dia, kenaikan itu dipicu naiknya harga DOC-nya ayam petelur yang kini mencapai Rp 7.000,00/ekor (normal Rp 3.500,00/ekor) dan harga pakan mencapai Rp 4.300,00/kg (normal Rp 2.500,00/kg).

"Situasi menjadi berat karena tidak masuknya telur-telur asal Medan dan Jatim, akibat sistem zonasi perdagangan untuk mencegah penularan flu burung oleh pemerintah pusat, membuat pasokan telur ke Jabar sepenuhnya mengandalkan produksi lokal," katanya.

Sedangkan harga daging ayam, dari kandang sudah mencapai Rp 12.800,00-13.000,00/kg, DOC Rp 3.700,00/ekor, pakannya Rp 5.200,00/kg (normal Rp 3.500,00/kg). Karena semakin beratnya biaya produksi, sejumlah peternak ayam potong sementara menghentikan usaha.

Ia melihat, penetapan harga pakan tidak fair, di mana harga jagung sebagai bahan baku disamakan dengan harga internasional yang kini naik hingga Rp 4.000,00/kg. Padahal diketahui, produk jagung impor sudah tidak masuk ke Indonesia, pasokan umumnya produk lokal dengan harga lokal pula.

"Pemerintah diharapkan segera turun tangan mengatasi kondisi ini, untuk menghindari lonjakan harga telur dan daging ayam pada bulan puasa dan menjelang Lebaran," kata Waryo.

Tidak efisien

Kita juga, menurut dia, masih dihadapkan pada terbatasnya daya beli konsumen. Hal ini menjadi sandungan utama untuk usaha peternakan unggas rakyat bisa berkembang. Apalagi tingginya biaya produksi membuat usaha peternakan ayam rakyat tidak efisien.

Menurut dia, pemerintah diharapkan lebih antisipatif, walaupun diketahui ada rekayasa asing untuk menghancurkan perekonomian, termasuk usaha peternakan rakyat.

"Tapi sekarang, ke mana saja para pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)? Mereka tampaknya lebih sibuk `jualan` Pemilu, ketimbang mengurusi persoalan nyata usaha pertanian," ucap Waryo.

Sementara itu, Ketua Wadah Pemasaran Bersama (Wasarma) Jagung Majalengka, Dodi Kusdinar, mengatakan, pada panen raya jagung Mei-Juni lalu harga di tingkat petani maksimal Rp 1.800,00/kg, namun sampai Kamis kemarin, sudah Rp 2.600,00/kg. Karena biaya angkut yang kini rata-rata naik ke Rp 300,00/kg, membuat harga jual akhir jagung ke industri menjadi Rp 3.000,00/kg. (A-81)***


Sumber : Pikiran Rakyat, jum'at 4 Juli 2008

0 komentar:

 
Tutorial Blogspot©