14 Juli 2008

Peternak Sapi Sulit Mendapat Pakan

BANDUNG, (PR).-
Peternak sapi perah Lembang kesulitan mendapatkan pasokan pakan rumput akibat terbatasnya lahan yang ada di daerah itu. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah diminta untuk menyediakan payung hukum bagi kerja sama antara peternak dan PT Perhutani untuk menggunakan lahannya sebagai tempat menanam rumput.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk membagi perkebunan teh yang sudah habis hak guna usaha lahannya kepada peternak sapi agar bisa dijadikan tempat menanam rumput untuk pakan ternak.

Hal itu dikatakan Ketua Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Dedi Setiadi, usai peresmian KPSBU sebagai koperasi Provinsi Jawa Barat di Alun-alun Lembang, Kab. Bandung Barat, Minggu (13/7).

Ia mengatakan, saat ini kebutuhan susu di Indonesia mencapai 4-5 juta liter per hari. Namun, peternak sapi perah Indonesia hanya mampu memenuhi kebutuhan susu hanya 1-1,2 juta liter.

Dari jumlah itu, peternak sapi Lembang menyumbangkan kl. 121.000 kg susu per hari. "Kurangnya pasokan susu menyebabkan kita masih banyak melakukan impor susu ke negara lain," tuturnya.

Menurut Dedi, sebenarnya peternak sapi perah di Lembang dapat menyumbangkan kontribusi lebih besar lagi untuk persediaan susu nasional. Namun, perkembangan produksi sapi perah di Lembang mengalami kemacetan selama 10 tahun akibat terbatasnya pasokan pakan yang ada di daerah tersebut.

Ia mengatakan, terbatasnya jumlah pakan menyebabkan produksi susu sapi perah menjadi tidak maksimal. Saat ini, jumlah sapi yang dikelola KPSBU mencapai 17.000 ekor. Kebutuhan pakan untuk tiap-tiap sapi yaitu 10% dari berat badannya. "Kalau sesuai dengan standar, berat normal sapi itu mencapai 500 kg per ekor, itu berarti setiap harinya seekor sapi rata-rata membutuhkan 50 kg rumput," ungkapnya.

Dengan jumlah sapi 17.000 ekor, itu berarti jumlah rumput untuk pakan yang dibutuhkan 850 ton. "Sedangkan saat ini kita hanya mampu memenuhi kebutuhan 50%," ujarnya.

Swasembada susu

Kurangnya bahan pakan tersebut menyebabkan peternak menggunakan doping berupa konsentrat untuk memenuhi kebutuhan protein sapi perah. "Padahal penggunaan konsentrat yang berlebihan menyebabkan sapi mengalami penyakit pencernaan sampai menyebabkan kematian," tuturnya.

Namun, menurut Dedi, terbatasnya penggunaan lahan itu bisa ditanggulangi dengan adanya kerja sama antara peternak sapi perah, PT Perhutani, dan perkebunan. "Namun tidak ada payung hukum yang jelas sehingga bisa saja sewaktu-waktu berubah kebijakannya bila berganti kepemimpinan," ujarnya.

Menanggapi hal itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan segera menyelesaikan masalah hak guna usaha lahan itu. Ahmad mengatakan, pemerintah provinsi juga akan membantu untuk memfasilitasi kerja sama dengan PT Perhutani.

"Kita akan koordinasi, saat ini memang ada hambatan izin di pusat dan daerah. Ya kita akan kejar itu. Tetapi tidak ada alasan untuk membiarkan tanah idle menjadi tidak berguna," katanya.

Selain itu, Ahmad Heryawan juga merencanakan akan mencanangkan program swasembada susu bagi Provinsi Jawa Barat. Ia mengatakan, saat ini Jawa barat memberikan pasokan susu terbesar bagi nasional yaitu sekitar 40% dari produksi nasional. "Namun tetap saja itu masih belum tergolong swasembada," ujarnya.

Ia menambahkan, sebenarnya sektor peternakan sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dan dapat meningkatkan nilai ekonomi rakyat karena sebagian besar tergolong usaha kecil menengah. (CA-185)***

Sumber : Pikiran rakyat, Senin 14 Juli 2008

0 komentar:

 
Tutorial Blogspot©