30 Juni 2008

Harga Menggoda Belum Jua Swasembada

Permintaan terus membubung. Harganya pun kian melambung. Tapi mengapa jagung Indonesia belum juga menggunung? Jangan-jangan ada salah hitung data.

Selain tergantung pasokan dan permintaan, harga jagung lokal dipengaruhi oleh harga jagung di pasar internasional. Harga jagung impor sudah menembus US$303 per ton. Setelah ditambah ini itu dan bea masuk 5%, harga jagung tersebut di tanah air sekitar Rp3.000—Rp3.100 per kg. Pun jagung lokal, harganya sekarang berkisar Rp2.300—Rp2.900 per kg.

Tentu saja, bila pengembangan jagung di tanah air benar-benar dilakukan, pelaku bisnisnya akan menangguk keuntungan. Untuk memproduksi satu kilo jagung pipilan kering, hanya dibutuhkan biaya produksi Rp700—Rp1.000. Sementara hasil panen per hektar (ha) sekitar 7—10 ton pipilan kering.

“Setelah dikurangi biaya produksi Rp6,7 juta, saya masih untung Rp11,8 juta per ha,” aku H. Hisbullah, petani yang mengusahakan 6 ha jagung di Gumukmas, Jember, Jatim. Demikian pula yang dirasakan Maryanto, petani jagung di Trucuk, Klaten, Jateng. “Penjualan hasil panen mencapai Rp18,9 juta per ha. Setelah dikurangi biaya produksi Rp825 per kg, keuntungannya Rp11,5 juta,” ucapnya. Baik Maryanto maupun Hisbullah, keduanya mengusahakan jagung hibrida sejak 5 tahun dan 9 tahun silam.

Belum Terpenuhi

Harga jagung pipilan kering memang menggoda bagi mereka yang mau jadi petani. “Kini, animo masyarakat untuk menanam jagung hibrida meningkat 10%—20% dibanding tahun lalu,” ungkap Mardahana, General Manager Seed PT DuPont Indonesia, produsen benih jagung hibrida Pioneer. “Dibanding tahun lalu, minat masyarakat menanam jagung meningkat 3—4 kali lipat,” imbuh Muhamad Saifi, Indonesia Sales Manager PT Syngenta Indonesia–Seeds Division, produsen benih jagung hibirida NK. Hal itu tampak dari banyaknya petani terjun ke budidaya jagung di daerah pengembangan baru, seperti Sulawesi, Kalimantan, dan NTB.

Salah satu pemain baru itu adalah F. Alexander FW. Mulai 2005, ia mengelola 300 ha kebun jagung di Sukabumi, Jabar. Ia pun bermitra dengan petani sekitar dengan luas garapan 50 ha. “Kami terjun ke bisnis jagung lantaran permintaannya jelas, lahan masih luas, tenaga kerja tersedia, dan secara analisis usahanya sangat menguntungkan,” papar Alex.


Sumber : Tabloid Agribisnis Dwimingguan AGRINA, Edisi 28 Mei 2008

0 komentar:

 
Tutorial Blogspot©