28 Januari 2011


243 Ekor Sapi & Kerbau di Kuningan Terancam Parasit Darah
Kamis, 27/01/2011 - 18:26

Petugas dari Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet Sub Unit Pelayanan Laboratorium Kesehatan Hewan Losari Cirebon, mengambil sampel peses, ulas darah dan serum darah dari sapi yang sakit di Desa Sukasari Kab.Kuningan, guna dilakukan penelitian. *

KUNINGAN, (PRLM).- Sedikitnya 243 ekor ternak sapi dan kerbau milik warga di Desa Sukasari, Kec.Karangkancana, Kab.Kuningan, kini dinyatakan terancam setelah sebelumnya ada puluhan ekor sapi menderita sakit dan enam ekor dinyatakan positif terserang parasit darah yang bisa menular ke ternak lainnya.

“Bila hal ini tidak segera diatasi dikhawatirkan ternak sapi dan kerbau lainnya akan menjadi korban sia-sia, karena parasit darah sangat berbahaya. Oleh karena itu, warga setempat perlu melakukan gerakan pemberantasan insek misalnya dengan menggunakan kapur barus dan penyemprotan termasuk memperbaiki dan menjaga sanitasi,” tutur Kepala Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan Kab. Kuningan, Ir.Hj. Triastami yang disampaikan Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Kesmavet (Kesehatan Masyarakat Veteriner) pada Kantor Dinas Pertanian Kab.Kuningan, Ir. Sofyan Sahori, MP, Kamis (27/1).

Dijelaskan Sofyan, di Kec. Karangkancana tercatat sekitar 800 ekor sapi dan peristiwa itu sudah dilaporkannya kepada Dinas Peternakan Prov.Jawa Barat sekaligus permohonan kiriman obat, karena secara bertahap akan dilakukan penyuntikan vitamin dan antibiotik terhadap ratusan ekor sapi dan kerbau sebagai antisipasi dengan harapan tidak tertulari.

Baik Sofyan maupun sejumlah petugas peternakan, mengaku kesulitan dan harus bekerja ekstra dalam melakukan penyuntikan, karena manajemen dan sitem pemeliharaannya masih tradisional dengan cara ekstensif, ternak digembalakan seharian di lahan kehutanan dan sore hari bahkan menjelang malam, baru dikandangkan yang letaknya juga masih di kawasan perhutanan, dengan kondisi sanitasi buruk di sekitar kandang sangat memudahkan penyakit itu menyebar lebih luas.

Munculnya penyakit parasit darah, di antaranya bisa melalui gigitan lalat khusus yang melekat di tubuh sapi, lalat berbadan belang dan jenis lainnya, termasuk gigitan kutu sapi yang bersarang pada bagian badan hewan itu dan gigitannya bisa mengakibatkan kematian. Selain itu, juga serangan cacing parasit bisa muncul apabila sanitasi tidak terpelihara.

Seperti diberitakan kemarin, jajaran Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan Kab.Kuningan, tengah melakukan penelitian secara seksama munculnya penyakit anaplasma yang menyerang puluhan ekor sapi di Desa Sukasari Kec. Karangkancana, sehingga sapi milik peternak itu tiba-tiba sakit bahkan enam ekor di antaranya mati mendadak dan positif terserang parasit darah.

Kondisi ternak di Desa Sukasari sampai saat ini, masih terdapat sapi yang sakit dengan gejala kurang napsu makan, badan kurus, bulu mudah rontok dan anemia. Bahkan ada sepuluh ekor sapi dipotong paksa karena engkrog (sakit tak ada harapan hidup) dan oleh pemiliknya dijual\ dengan harga atara Rp 400.000 s/d Rp 1,5 juta per ekor, padahal biasanya laku dijual antara Rp 5-6 juta per ekor, bahkan bisa laku Rp 8 juta untuk sapi kurban.

Disebutkan Sofyan, pihaknya masih menunggu hasil laboratorium setelah mengambil sampel peses, ulas darah dan serum darah dari sejumlah sapi di beberapa kandang yang dicurigai terserang parasit yang kemudian dikirimkan ke UPTD Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet Sub Unit Pelayanan Laboratorium Kesehatan Hewan Losari Cirebon, yang merupakan cabangnya dari Balai Penelitian dan Laboratorium Veteriner Cikole Lembang Bandung.

Sumber : PR Online, Kamis 27 Januari 2011

Baca Selengkapnya...

Ribuan Nelayan Pertanyakan Pembangunan PPI Pangandaran
Kamis, 27/01/2011 - 21:28

CIAMIS, (PRLM).- Pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Dusun Cikidang , Desa Babakan, Kecamatan, Pangandaran, Ciamis, kembali mengundang tanya ribuan nelayan di Pangandaran. Pasalnya, pembangunannya kembali terhenti, padahal belum selesai.

“Aneh, kenapa tidak ada yang kerja lagi? Padahal pembangunannya belum selesai dan kami, nelayan, ingin segera memiliki dermaga tempat menyimpan perahu,” kata Tugino (42) dan Yana, nelayan Pangandaran kepada “PRLM”, Kamis (27/1).

Menurut Tugino, di tahun 2010, pembangunan PPI yang dimulai tahun 2001 itu sempat terhenti beberapa kali, dengan alasan dana tidak mencukupi. Pertengahan 2010 kembali dilanjutkan, tetapi terhenti lagi selama beberapa bulan. Pada November 2010, kata dia, pembangunannya kembali dilanjutkan sampai Desember 2010. Tetapi sekarang sudah berhenti lagi. “Kenyataan itu tentu saja menyebabkan kami bertanya. Sebenarnya, masalahnya apa sehingga pembangunannya tidak lancar?” tanya Tugino lagi.

Akibat masih belum rampungnya PPI yang didambakan nelayan tersebut, hingga sekarang, para nelayan masih harus menambatkan perahunya di sepanjang Sungai Cikidang, atau di kawasan Cagar Alam, Pangandaran.

Menurut Yana, karena Sungai Cikidang dangkal dan pantai di kawasan Cagar Alam sudah padat oleh perahu, ribuan nelayan kalau akan melaut dan sehabis melaut, harus bersusah payah mengambil dan menyimpan perahu. “Ya, akhirnya mengambil susah, menyimpan pun susah,” ujarnya.

Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Ciamis Ahmad Yusuf ketika dikonfirmasi juga mempertanyakan terbengkalainya pembangunan PPI Cikidang. Kata dia, kenyataan itu hendaknya tidak terjadi jika perhatian pemerintah terhadap nelayan besar.

“Saya sebenarnya memahami kesulitan keuangan yang dihadapi pemerintah terkait pembangunan PPI Cikidang. Tetapi ada baiknya, khusus pembangunan mulut pelabuhan diutamakan agar nelayan bisa menambatkan perahu di dermaga, walau belum selesai,” kata dia.

Sebelumnya, dalam keterangannya kepada “PR”, Bupati Ciamis Engkon Komara mengatakan bahwa untuk membangun dan menyelesaikan PPI Cikidang itu, pihaknya memerlukan dana mencapai Rp 150 miliar. Dana sebesar itu, tidak bisa diperoleh dengan mudah.

“Kami berharap, pemerintah pusat memperhatikan keinginan ribuan nelayan untuk segera memiliki pelabuhan pendaratan ikan. Pemkab Ciamis telah mengusulkan anggaran sekitar Rp 150 miliar kepada pemerintah pusat. Mudah-mudahan saja bisa dipenuhi,” kata Engkon.

Sumber : Pikiran Rakyat Online, Kamis 27 Januari 2011

Baca Selengkapnya...

Petani Karawang Keluhkan Turunnya Harga Gabah
Kamis, 27/01/2011 - 20:41

KARAWANG, (PRLM).- Petani di Kabupaten Karawang mengeluhkan turunnya harga gabah. Harga gabah yang sebelumnya mencapai Rp 4.000 per kilogram, kini berkisar antara Rp 3.000 hingga Rp 3.500 perkilogram.

"Tergantung dari jenis gabahnya, kalau bagus paling juga hanya dibeli Rp 3.500 perkilogram. Kalau musim panen begini, biasanya kebanyakan petai jual gabah basah, jadi habis panen langsung dijual ke tengkulak," ucap Masni (34), petani Desa Wadas, Kecamatan Teluk Jambe, Kamis (27/1).

Wasni menuturkan penurunan harga gabah dikarenakan musim hujan,hingga tengkulak lebih lama mengeringkan gabah untuk digiling menjadi beras. "Katany tengkulak seperti itu, semua petani yang panen, juga dipatok harga yang sama. Padahal musim panen lalu, harga bisa mencapai Rp 4.000 per kilogram," katanya.

Wasni mengatakan, dalam satu hektare sawah, biasanya bisa memanen hingga lima ton gabah basah. Meski masih untung dengan biaya produksi yang dikeluarkan, namun, kata Wasni, harga gabah yang turun membuat keuntungan petani menjadi lebih sedikit.

"Belum lagi kamish mengeluarkan biaya yang lebih besar karena harga obat-obatan pemberantas hama (pestisida) naik hingga 30 persen."Dalam satu hektare, membutuhkan sekitar satu liter pestisida dengan harga Rp 70.000 kini bisa mencapai Rp 100.000," ucapnya.

Hal senada juga diungkapkan Wawan (40). Ia mengatakan sebelum padi dipanen, tengkulak juga sudah menawar gabah dengan harga kebih rendah. "Kami sempat kecewa kok harga gabah turun lagi, padahal sempat naik. Namun, bagaimana lagi, semua petani juga menjual gabahnya dengan harga Rp 3.500 perkilogram," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Produksi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karawang, Nanang Sumpena mengatakan hingga 15 Januari 2011, tercatat areal yang sudah dipanen seluas 522 ha dari 94.311 ha rencana tanam. Sedangkan rata-rata produksi mencapai 5,93 ton per ha. "Dengan demikian, gabah masih langka sekarang," katanya.

Suber : Pikiran Rakyat Online, Kamis 27 Jan 2011

Baca Selengkapnya...

25 Januari 2011

Kebutuhan Daging Sapi Diperkirakan Naik

Kebutuhan daging sapi pada 2011 diperkirakan naik jika dibandingkan dengan tahun 2010. Maka dengan meningkatnya kebutuhan daging tersebut akan memberi peluang besar bagi pelaku industri peternakan

“Konsumsi daging di tahun ini diperkirakan menjadi 2,2 kg/kapita jika dibandingkan tahun 2010 yang hanya 2 kg /kapita. Berarti kebutuhan daging sapi meningkat 6,5 persen jika dibandingkan konsumsi dalam negeri pada 2010 atau menjadi 487 ribu ton,” kata Yudi Guntara Ketua Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI),di Jakarta, Rabu (5/1).

Yudi mejelaskan, di bidang perunggasan, pada 2011 diharapkan mengalami peningkatan produksi, untuk telur naik dari 1,2 juta ton menjadi 1,5 juta ton. Sedangkan untuk Day Old Chicken (DOC) atau anak ayam diperkirakan sebanyak 9,6 juta ekor dari 8,8 juta ekor pada 2010.

Sementara itu, Dewan Pertimbangan Organisasi ISPI Syukur Iwantoro berpendapat, untuk menekan impor sapi maupun daging maka perlu ditumbuhkannya BUMN untuk perbibitan sapi (potong dan perah). Sebab selama ini Indonesia melakukan impor sapi dari Australia, Selandia Baru (New Zealand), Kanada, dan Amerika. “Pemerintah tidak harus membangun BUMN perbibitan sapi namun dapat memanfaatkan yang sudah ada yakni PT. BULI,” katanya.

Kemudian, lanjut Syukur, saat ini diperlukan adanya peningkatan daya saing melalui pemberian insentif bagi usaha peternakan dengan kredit peternakan yang sudah ada. "Kita juga harus bisa meyakinkan perbankan berbisnis di peternakan sama prospeknya dengan bisnis di kelapa sawit," kata Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Pertanian.

Selain itu, investasi di sector pertanian hingga saat ini (2011) terus menurun. Bahkan, investasi peternakan mendekati 0%. Rendahnya minat investasi antara lain karena iklim investasi yang tidak kondusif akibat hambatan birokasi, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta perizinan yang berbelit.

Padahal menurunnya investasi di sektor pertanian dapat meresahkan semua kalangan, karena di sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja. “Sementara itu, 2005-2009 investasi modal dalam negeri hanya naik 23,03% dari Rp 30,7 triliun menjadi Rp 37,8 triliun,” pungkasnya.

Sumber : Majalah Agrina Tgl 10 Januari 2011

Baca Selengkapnya...

08 Agustus 2008

Jagung kini jadi primadona. Semua pelaku usaha kecipratan untung. Bagaimana lika-liku bisnisnya?


Harga jagung kian melambung. Pertengahan bulan lalu sempat menembus Rp4.100 per kg pipilan kering. Padahal harga tertinggi tahun lalu berkisar Rp2.400—Rp2.500 per kg. Tentu harga tinggi itu sangat menggiurkan bagi pelaku usaha. Apalagi tren harganya diperkirakan akan tetap tinggi sampai akhir tahun.

Demikian ungkap Dolly Libra, Purchasing Manager, PT Cheil Jedang Super Feed, produsen pakan ternak di Serang, Banten. “Perkembangan harga yang cenderung meningkat akan menggairahkan pelaku usaha jagung dalam negeri,” imbuhnya.

Mulyadi, pengepul jagung di Pasar Katibung, Lampung Selatan, membenarkan pendapat Dolly. “Setiap tahun harga jagung rata-rata naik. Karena sekarang jagung tidak saja digunakan untuk bahan baku pakan ternak tapi juga diolah menjadi bahan bakar nabati,” ucapnya.

Tahun lalu, lanjut Mulyadi, harga jagung di tingkat petani Rp1.300-an per kg. Musim panen pertama tahun ini naik menjadi Rp1.600-an per kg dan akhir Juli lalu mencapai Rp2.000-an per kg. Bahkan harga jagung pipilan kering di Pamekasan, Madura, menurut Hadi Suwono, petani di Desa Panaguan, Kec. Larangan, Rp3.000—Rp3.100 per kg. “Menurut pandangan saya, prospek jagung tetap bagus ke depannya karena memang jagung dibutuhkan untuk pembuatan biofuel sehingga kebutuhan jagung di pasar lokal maupun internasional sangat besar nantinya. Selain pengganti bensin juga sebagai pakan ternak, jadi harga jagung tidak akan kurang dari Rp2.000 walaupun panen melimpah,” ujarnya optimistis.

Sementara F. Alexander FW, pengusaha jagung di Sukabumi, Jabar, juga mengakui, peluang usaha jagung sangat besar. Pasarnya ada di dalam dan luar negeri. “Secara hitungan bisnis, usaha jagung pasti menguntungkan,” tandas Alex.

Menguntungkan

Berdasarkan hitungan Alex, kebutuhan modal kerja 1 hektar (ha) sekitar Rp2,5 juta—Rp3 juta. Potensi produksinya 6—7 ton per ha. Jika harga jual jagung pipil Rp2.000 per kg saja, maka keuntungan kotor sekitar Rp12 juta—Rp14 juta per ha.

Mardahana, General Manager Seed PT DuPont Indonesia, produsen benih jagung Pioneer, mengatakan, peluang yang besar ini harus ditangkap oleh pemerintah dan stakeholder dengan bekerja lebih keras lagi. “Kami sebagai produsen benih, berencana meningkatkan kapasitas produksi untuk bisa memenuhi permintaan konsumen,” ujarnya.

Sedangkan, Jemmy Eka Putra, Wakil Direktur Utama PT Bisi International Tbk., produsen benih jagung hibrida di Surabaya, mengatakan, seringkali disebutkan benih jagung kurang, padahal itu sama sekali tidak benar. Ia menambahkan, benih itu sebenarnya komponen kecil dalam biaya produksi, paling hanya 5%—6% dari biaya usaha tani. Yang besar tentunya biaya pupuk dan tenaga kerja. Walaupun demikian petani sangat hati-hati untuk memilih benih karena jika sampai terjadi sesuatu, akan fatal. ”Misalnya, selisih produksi 500 kg sampai 1 ton senilai Rp500 ribu—Rp600 ribu, bagi mereka sangat besar,” ucap Jemmy.

Sumber : AGRINA,Tabloid Agribisnis Dwimingguan, Edisi 6 Agustus 2008

Baca Selengkapnya...

Harga Jagung Naik Bisnis Unggas Guncang

Konsumen daging ayam, peternak, dan pabrik pakan gelisah lantaran harga jagung terus melonjak. Lho, kok bisa?

Terang saja, jagung merupakan bahan baku utama pakan unggas. Sekitar 52% dari formula pakan adalah jagung. Dengan sendirinya, naik turunnya harga jagung sangat mempengaruhi harga pakan. Bila harga jagung terus naik, peternak jualah yang harus menanggung beban dengan naiknya ongkos produksi. Sementara harga daging ayam tidak bisa serta-merta dikatrol lantaran terkait langsung dengan daya beli konsumen yang masih rendah.

Harga Dunia

Kini, jagung tak hanya menjadi sumber bahan baku pakan ternak, industri makanan, dan minyak jagung, tetapi juga untuk bahan bakar nabati (biofuel). Keragaman penggunaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada suplai dan permintaan secara global.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pertumbuhan konsumsi jagung dunia melebihi tingkat pertumbuhan produksinya. Pertumbuhan konsumsi rata-rata 2,7% per tahun. Sementara pertumbuhan produksi hanya 1,7% per tahun

Tingginya konsumsi disebabkan meningkatnya pemanfaatan jagung sebagai bahan baku bioetanol di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Selain itu, tingginya pertumbuhan ekonomi China dan India turut meningkatkan kebutuhan jagung mereka sebagai bahan baku pakan ternak serta industri makanan.

Sebagai produsen jagung nomer wahid dunia, AS mengalihkan 25% produksinya bagi pengembangan bioenergi. Ini menjadi salah satu penyebab jagung sulit didapat di pasar global.

Namun menurut Budiarto Soebijanto, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pakan Indonesia (GPMT), penyebabnya bukan hanya itu. Seretnya pasokan jagung dunia juga dipengaruhi kebutuhan jagung tiap negara yang terus meningkat. Ia mencontohkan China. Awalnya negeri tirai bambu ini salah satu eksportir jagung, tapi pengembangan industri peternakan memaksanya impor.

Karena sudah menjadi komoditas dunia, harga jagung dipatok mengikuti harga pasar internasional. Dan lantaran pasokannya seret, perlahan tapi pasti harga jagung terus terkatrol. “Perubahan harga terasa sejak 2006,” ungkap Danny Kusmanto, Kepala Pabrik PT Japfa Comfeed Indonesia, produsen pakan unggas di Cikupa, Tangerang, Banten.

Awal Januari 2006, menurut Danny, harga jagung impor sekitar US$130 per ton. September, melonjak dua kali lipat. Sekarang malah menembus US$440 per ton, atau sekitar Rp4.000 per kg. Sedangkan jagung lokal, awal Agustus ini, sekitar Rp3.400 per kg. “Harga jagung sulit diprediksi. Meski sempat turun, harganya tetap dalam kategori mahal,” ucapnya.

Walau begitu, menurut Fenni F. Gunadi, Sekjen GPMT, pabrikan tetap butuh pasokan jagung. Dan umumnya pabrikan lebih mengutamakan jagung lokal. Selain harganya lebih murah, kualitasnya pun lebih baik.

Po Indarto Gondo, Vice President Procurement Division PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI), mengamini. “Jagung lokal menjadi prioritas pilihan kami. Setiap tahun CPI membeli jagung lokal di atas 1 juta ton,” akunya. Memang, lanjut dia, sampai dengan Juli lalu ada impor. Hal itu dilakukan untuk menjaga kontinunitas pasokan jagung.

Sumber : AGRINA, Tabloid Agribisnis Dwimingguan, edisi 6 Agustus 2008

Baca Selengkapnya...

Pembelian Emas oleh Petani Tinggi

MAJALENGKA, (PR).-
Minat para petani pada sejumlah daerah di Jabar membeli emas kembali meningkat sejak setahun terakhir, menyusul membaiknya pendapatan usaha mereka. Perkembangan itu dialami di Kab. Majalengka, Subang, dan Purwakarta, di mana pembelian emas oleh petani rata-rata naik sampai 20 persen.

Pebisnis emas Jabar, H.M. Yunus Sanusi, di Majalengka, Kamis (7/8) mengatakan, meningkatnya pembelian emas di daerah-daerah tersebut, kebanyakan para petani yang mengusahakan sayuran, terutama jagung hibrida. Terus naiknya harga jagung, membuat hasil usaha petani yang mengusahakannya juga ikut naik.

Kondisi itu tidak terlepas tidak masuknya impor jagung ke Indonesia sehingga situasinya berpihak kepada para petani lokal yang mengusahakan tanaman jagung. Pada musim kemarau ini memang banyak tanaman jagung yang gagal panen atau produksinya menurun, namun petaninya tetap memperoleh keuntungan berlipat karena harganya naik.

Akan tetapi, menurut Yunus, kondisi berbeda dialami para petani padi. Dari kalangan mereka pembelian emas cenderung stagnan, diduga akibat sistem dan selisih hasil usahanya tak sebaik petani yang mengusahakan jagung.

Yang membedakan dengan tahun-tahun silam, dikatakan, kemampuan rata-rata petani untuk membeli emas yang kini menurun. Apalagi harga emas sudah terlalu tinggi dibanding nilai tukar hasil pertanian. (A-81)***

Sumber : Pikiran Rakyat, Jum'at 8 Agustus 2008


Baca Selengkapnya...

Ass.Hampir 2 Mingu kami tidak memposting artikel artikel yang berhubungan dengan Pertanian,Peternakan dll, Karena kesibukan kami mohon maaf akan hal tersebut.



Baca Selengkapnya...

Petani Terpaksa Panen Lebih Awal

TASIKMALAYA, (PRLM).- Luas lahan padi yang mengalami kekeringan di daerah Kab, Tasikmalaya mencapai 9.830 ha, sedangkan padi yang sudah puso atau gagal dipanen mencapai 3.326 ha. Sebagian petani memilih panen lebih awal untuk menyelamatkan tanaman padi mereka yang kekeringan.

Kepala Dinas Pertanian Kab. Tasikmalaya Henry Nugroho, Kamis (7/8), mengatakan, tanaman padi yang mengalami kekeringan menyebar hampir di 39 kecamatan, kecuali di Kec. Leuwisari, Taraju, Sariwangi, Sukarame, Singaparna dan Padakembang. ”Akibat tidak ada hujan, laporan yang puso dan kekeringan terus bertambah. Jelas banyak petani mengalami kerugian dalam jumlah besar dan kehilangan potensi pendapatannya,” ujarnya.

Diperkirakan, lahan padi seluas 2.636 ha yang sekarang mengalami kekeringan berat atau parah, akan mengalami puso. Terutama, kalau dalam sepekan ke depan, hujan tidak turun di daerah Tasikmalaya ini.

Sebagian besar tanaman padi yang mengalami kekeringan mulai usia 30 sampai 50 hari.Total luas lahan padi yang sekarang masih ada, mencapai 18.885 ha. Untuk daerah Singaparna dan sekitarnya, lahan padinya masih bisa terselamatkan, karena pasokan air irigasi dari kaki Gunung Galunggung, masih bagus.

Sedangkan yang kondisinya parah, mulai dari Cikalong, Cipatujah, Pancatengah, Salawu, Rajapolah, Kadipaten dan lainnya. ”Di daerah itu, petani kesulitan untuk menyelamatkan tanaman mereka,” kata Henry.

Sementara itu, Ny. Dedeh, petani asal Pageurageung, Kab. Tasikmalaya, terpaksa memetik padinya, lebih awal. Usia padinya baru memasuki 60 hari, tapi dipaksa dipanen, karena kekeringan. Pola panen yang dilakukan, yaitu dengan cara memilih tanaman padi yang masih bagus. ”Tanaman padi yang bagus hanya beberapa rumpun, tapi sayang daripada tidak dipanen,” katanya.

Dedeh yang memiliki luas lahan kurang lebih satu ha, telah mengeluarkan biaya sebesar Rp 2,5 juta untuk mengolah lahan, beli bibit dan lainnya. Dengan adanya kekeringan, dia telah mengalami kerugian besar, karena hasil panennya sangat minim. ”Biasanya saya dapat 5,5 ton setiap panen, sedangkan sekarang paling banyak dua kuintal gabah kering,” katanya.

Sementara, Dudung petani di Rajapolah, Kab. Tasikmalaya, menebas tanaman padinya untuk pakan sapi. Alasannya, karena tanamaannya sudah sulit untuk berbuah, setelah mengalami kekeringan sejak sepekan setelah tanam. ”Saya pikir tidak mungkin lagi bisa menghasilkan gabah, makanya kita panen paksa saja untuk pakan sapi,” katanya.

Menurut Dudung, di daerahnya banyak petani membiarkan padi milik mereka kekeringan, karena tidak bisa diselamatkan. ”Sekarang lihat sendiri, di daerah Rajaapolah hampir sebagian besar, mengalami kekeringan. Oleh masyarakat, banyak lahan padinya dibiarkan. Tidak dipanen, tidak juga diurus, karena tidak akan ada hasilnya,” kata Dudung. (A-97/A-147)***

Sumber : Pikiran Rakyat Online, Kamis 7 Agustus 2008


Baca Selengkapnya...

Laporan dari Wageningen
Cabe Varitas Baru, Tak Perlu Lagi Pestisida
Eddi Santosa - detikNews

Wageningen - Sebentar lagi akan hadir varitas cabe tahan penyakit, tak perlu lagi obat atau pestisida. Riset Syarifin Firdaus, Universitas Wageningen Belanda, ini membuat petani bisa irit ongkos produksi.

Riset ini bagian dari major project yang didanai oleh pemerintah Belanda (KNAW) melalui program khusus Scientific Program Indonesia-The Netherlands (SPIN), bagian dari kerjasama peneliti Belanda dan Indonesia. Major project ini dinamai Indosol alias Indonesian Solanacea.

Sesuai dengan nama proyek, tanaman yang diteliti tidak hanya cabe tetapi juga tanaman bernilai ekonomi lainnya yang masih satu famili Solanacea.

"Banyaknya komoditi penting pertanian dari anggota famili Solanaceae ini, seperti cabe, tomat, kentang, terong, tembakau, merupakan latarbelakang proyek ini," terang Firdaus saat dikunjungi detikcom di greenhouse Unifarm, Universitas Wageningen, Rabu (6/8/2008).

Di kompleks universitas berjarak 220km p.p dari Den Haag ini Firdaus, jebolan FMIPA Universitas Negeri Malang yang saat ini sedang menempuh program Phd di Universitas Wageningen, menjelaskan bahwa tujuan dari penelitiannya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman-tanaman tersebut.

Menurut Firdaus, penanaman famili Solanaceae secara umum sangat dibatasi tumbuh dan produksinya oleh berbagai macam hama dan penyakit. Terutama di Indonesia yang iklimnya ideal bagi beragam hama dan penyakit tanaman dan sistem cocok-tanamnya di lahan terbuka. Beragam hama dan penyakit itulah yang menyebabkan tingginya proses produksi (pengendalian hama penyakit) dan bahkan produksi bisa menurun.

Untuk mendapatkan varitas baru yang tahan penyakit itu, dia mengambil faktor unggul dari gen-gen cabe dan tomat jenis liar yang memiliki pertahanan kemampuan mengusir atau bahkan membunuh berbagai hama dan penyakit tersebut.

"Melalui riset dan breeding (pembiakan, red) dipelajari mekanisme pertahanan tanaman ini dan memindahkan gen-gen terkait pertahanan ke tomat dan cabai komersial," demikian Firdaus.

Varitas baru tersebut, yang saat ini belum disediakan nama, kelak selain akan menguntungkan petani juga para konsumen. Konsumen bisa menikmati cabe, tomat dan tanaman dari famili Solanacea yang bebas pestisida atau obat kimia lainnya.(es/es)

Sumber : Detik News, jum'at 8 Agustus 2008

Baca Selengkapnya...

26 Juli 2008

Investasi Peternakan Kurang dari 5 Persen

BANDUNG, (PR).-
Pengembangan investasi di sektor peternakan oleh investor khususnya PMA/PMDN belum menunjukkan pertumbuhan yang baik, rata-rata per tahun hanya diminati kurang dari 5 persen total investasi nasional. Hal ini karena belum ada kebijakan yang spesifik dan kondusif guna mendukung potensi besar sektor peternakan.

Dalam ajang wicara (talkshow) "Sosialisasi Investasi Bidang Peternakan" yang diselenggarakan dalam rangkaian HKP ke-36 di Tasikmalaya terungkap untuk pengembangan investasi dapat ditempuh melalui PMA/PMDN maupun yang dibentuk dengan kluster-kluster sehingga ada jaminan perbankan bagi usaha peternakan tersebut.

"Untuk mendorong investasi, diperlukan adanya avalis, baik melalui perusahaan penjaminan maupun dari anggaran pembangunan serta memperkuat sentra-sentra komoditas unggulan agrobisnis peternakan di setiap daerah di Jawa Barat," ujar Ir. Koesmayadie T.P., Kasubdin Bina Program Dinas Peternakan Jabar seusai ajang wicara pada "PR", kemarin.

Sedangkan untuk keamanan dan kenyamanan berinvestasi di bidang usaha peternakan bagi peternakan rakyat maupun perusahaan, diperlukan regulasi atau peraturan-peraturan yang jelas dan kondusif di samping adanya kemudahan dalam berinvestasi, kepastian pasar, dan tingkat harga yang menarik.

"Dalam permodalan, perlu ada kemudahan kredit usaha peternakan yang mudah diakses oleh petani peternak. "Kalau bisa ternak dapat dijadikan agunan atau jaminan," katanya.

Selain itu, peternak memerlukan grace period yang cukup panjang, tingkat suku bunga investasi ringan dengan jumlah yang memadai. Ajang wicara menghadirkan Direktur Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Kepala BPPMD Provinsi Jawa Barat, serta pembicara dari Kepala Bidang Ekonomi Regional Bapeda Provinsi Jawa Barat dan Kepala Bagian Kredit Program Bank Jabar, pembahas dari tenaga ahli dan juga hasil diskusi dengan pemangku kepentingan bidang peternakan. (A-122)***

Sumber :Pikiran Rakyat, Sabtu 26 Juli 2008


Baca Selengkapnya...

25 Juli 2008

Sapi Bakalan Impor Akan Naik
Peternak Minta Kredit Berbunga Rendah

JAKARTA, (PR).-
Terdorong harga bahan bakar minyak di tingkat dunia, harga sapi bakalan impor diprediksi akan naik dalam beberapa bulan mendatang. Dari harga sebesar 2-2,3 dolar AS atau Rp 22.000,00-Rp 23.000,00/kg hidup saat ini, menjadi sekitar 2,5 dolar AS atau Rp 25.000,00/kg hidup.

Hal itu dikatakan Direktur Utama PT Kariyana Gita Utama, perusahaan penggemukan sapi, Rochmat Wijoyo, di Kab. Sukabumi Jawa Barat, Kamis (24/7). "Kenaikan harga bahan bakar minyak di tingkat dunia berdampak pada meningkatnya biaya pengapalan sapi," katanya saat menerima wartawan di tempat penggemukan sapi milik perusahaan itu di Cicurug Sukabumi.

Menurut dia, kenaikan harga sapi impor bakalan yang mencapai 2,5 dolar AS/kg hidup itu diperkirakan pada akhir Desember tahun ini. Dengan kenaikan harga sapi impor itu, tuturnya, akan berdampak pada meningkatnya harga daging di dalam negeri yang biasanya harga 1 kg daging sebesar tiga kali harga 1 kg sapi hidup.

"Artinya, jika harga sapi bakalan impor nanti mencapai Rp 25.000,00/kg hidup, diperkirakan harga daging di pasaran akan mencapai Rp 75.000,00/kg.

Sementara itu, pasokan sapi bakalan lokal malah semakin menurun. Pada tahun 2007 jumlah sapi bakalan lokal di rumah penggemukan kami hanya 20% dari total sapi bakalan yang ada dan tahun ini turun lagi sampai 10%," katanya.

Menurut dia, ini dialami oleh para pengusaha rumah penggemukan sapi (feedlot) di Jawa Barat dan sekitarnya. Perusahaannya sekarang ini hanya mampu memperoleh pasokan sekitar 64 ekor sapi bakalan lokal setiap bulan. Sangat jauh dari jumlah sapi bakalan impor yang bisa diperoleh 2.000 ekor/bulan.

Peningkatan permintaan terhadap daging sapi di Kalimantan dan Sumatra serta perubahan jalur pemasaran sapi lokal asal Jawa Timur dan Jawa Tengah dilansir Rochmat sebagai salah satu penyebab.

Kredit murah

Sebagai konsekuensinya, ungkap Rochmat, Jawa Barat dan DKI terpaksa memperbanyak impor daging sapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

Jika keadaan ini terus berlanjut, Rochmat khawatir banyak pengusaha rumah penggemukan sapi akan bisa gulung tikar. "Kita tidak mungkin terus mengandalkan sapi bakalan impor yang harganya terus naik, sedangkan harga jual sapi gemuknya turun," ujar Rochmat.

Rochmat berharap, pemerintah dapat membantu, terlebih setelah pencanangan Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS) 2010 oleh Departemen Pertanian (Deptan). "Caranya, dengan peran serta besar dari pemerintah dalam pengembangan usaha pembibitan (breeding) di kalangan peternak, terutama para peternak rakyat.

"Misalnya, dengan pemberian insentif atau membuka jalur perbankan untuk memberikan kredit permodalan usaha breeding pada peternak rakyat dengan bunga rendah, bahkan kalau perlu tanpa bunga", ujar Rochmat. (CA-178)***

Sumber :Pikiran Rakyat, Jum'at 25 Juli 2008


Baca Selengkapnya...

Areal Puso & Kekeringan Terus Meluas
Di Kab. Cirebon Mencapai 5.000 Hektare Sawah

SUMBER, (PR).-
Terus menyusutnya debit air Bendung Rentang di Kec. Jatitujuh, Kab. Majalengka, mengakibatkan bertambah luasnya areal sawah yang gagal panen atau puso.

Di Kab. Cirebon, data terakhir yang diperoleh "PR", Kamis (24/7), menyebutkan sawah puso mencapai 2.000 hektare (ha) lebih. Sedangkan kekeringan terjadi di lahan seluas 3.000 ha lebih. Bahkan jumlah areal puso semakin bertambah pada setiap harinya.

Sampai akhir bulan Juli 2008, bila tidak segera memperoleh air dalam jumlah cukup, puso bisa meluas sampai 3.000 ha, sedangkan areal yang kekeringan mencapai antara 4.000 - 5.000 ha.

"Tiap hari, sawah yang puso bertambah, demikian juga yang kekeringan. Sampai akhir Juli, bila tidak diantisipasi maka areal puso maupun kekeringan akan terus meluas," kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kab. Cirebon. Ir. H. Ali Effendi, M.Si.

Diakui, meluasnya areal puso dan kekeringan semakin bertambah cepat. Dalam dua minggu terakhir, dari semula 100 ha areal puso, tiba-tiba meluas sampai lebih dari 1.000 ha. Bahkan, terakhir sudah mendekati 2.000 ha.

Sementara itu, areal puso dan kekeringan tersebut, terdapat di wilayah utara, seperti Kec. Susukan, Gegesik, Panguragan, Kapetakan, sampai Suranenggala. Wilayah tersebut merupakan sentra tanaman padi yang sumber airnya bergantung pada Saluran Induk (SI) Sindupraja yang berasal dari Bendung Rentang.

Budayakan palawija

Sementara itu, data di Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS Ciman-Cisang) menunjukkan semakin menipisnya debit air Bendung Rentang. Sampai Kamis kemarin, debit air tersisa hanya 4,5 meter kubik per detik (m3/dtk).

Air itu dibagi untuk SI Cipelang menuju Indramayu tengah, SI Sindupraja (Indramayu timur dan utara Cirebon), serta 1,3 m3/dtk disalurkan ke bagian hilir untuk keperluan air baku PDAM Indramayu.

Kembali dikatakan Kadistanak, Ali, bila melihat kekeringan yang setiap tahun terus terjadi dan mendatangkan kerugian besar, maka pihaknya akan semakin tegas terhadap petani.

Yakni, agar petani membudayakan penanaman palawija, seperti jagung, kedelai, dan kacang hijau. Program sosialisasi palawija akan digencarkan terutama saat musim tanam (MT) gadu.

"Tiap gadu kami tekankan agar petani menanam palawija, tetapi tidak digubris. Untuk tahun depan, saat gadu akan kita pertegas lagi agar petani membudayakan tanaman palawija. Kalau perlu, kita kurangi peredaran bibit padi supaya petani menanam palawija," katanya.

Lebih jauh, Ali menuturkan, kendati areal kekeringan dan puso meluas, namun belum mengganggu produksi pangan Cirebon secara umum.(A-93)***

Sumber : Pikiran Rakyat, Jum'at 25 Juli 2008


Baca Selengkapnya...

Separuh Irigasi di Jabar Rusak
SBY, "Prioritaskan 2008-2009 untuk Ketahanan Pangan"

SUBANG, (PR).-
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, pemerintah telah memutuskan bahwa ketahanan pangan dan keterjangkauan harga pangan menjadi prioritas yang harus dicapai pada tahun 2008 dan 2009. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah akan terus mengerahkan anggaran subsidi dan program nyata untuk pertanian.

Pernyataan Presiden dikemukakan pada pembukaan Pekan Padi Nasional (PPN) III di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Departemen Pertanian, Sukamandi, Subang, Kamis (24/7).

Sementara itu, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan meminta dukungan proporsional dari pemerintah terhadap peningkatan produksi beras di Jawa Barat, mengingat daerah ini merupakan lumbung produksi padi nasional. Namun, kenyataan di lapangan, menurut Ahmad Heryawan, sampai saat ini hampir 50% irigasi di Jabar perlu diperbaiki karena rusak ringan, sedang, maupun berat.

"Ini mohon jadi perhatian bersama, termasuk Bapak Presiden yang terhormat," kata Heryawan.

Menurut Heryawan, posisi Jabar sangat penting sebagai pemasok pangan nasional, khususnya beras. Hal itu tercermin dari data produksi Jabar tahun 2007 mencapai lebih dari 10 juta ton gabah giling kering.

"Dengan demikian, Jabar telah memberikan kontribusi terhadap produksi padi nasional, lebih dari 18 persen per tahun," kata Heryawan.

Gubernur memaparkan bahwa Jabar telah menargetkan produksi padi sebesar 10,55 juta ton untuk tahun 2008. Itu artinya, ada kenaikan sebesar 550.000 ton.

"Untuk memenuhi target 2008 itu, diperlukan penyediaan benih sebanyak lebih dari 46 ton dan dukungan infrastruktur yang baik. Namun demikian, saya sampaikan bahwa sampai saat ini kondisi irigasi di Jawa Barat hampir 50% perlu diperbaiki," katanya.

Di balik sejumlah keberhasilan Jabar, kata Heryawan, ternyata jumlah masyarakat yang belum sejahtera masih cukup tinggi dan sebagian besar dari mereka adalah masyarakat petani. Untuk itu, Gubernur mengajak untuk memberi perhatian yang besar terhadap upaya peningkatan kesejahteraan petani pada khususnya, juga pada petani nelayan dan hutan pada umumnya.

Lumbung padi dunia

Pada kesempatan itu, Presiden SBY optimistis, suatu saat Indonesia akan menjadi lumbung padi dunia. "Saya percaya bahwa Indonesia yang kita cintai ini, suatu saat surplus beras, bisa ekspor beras, dan bisa jadi lumbung padi dunia. Syaratnya, kita bekerja keras dan memohon rida Allah SWT," kata Presiden.

Menurut Presiden, agar ketahanan pangan dapat tercapai, tentu produksi pangan harus terus didorong. Pemerintah akan terus mengerahkan anggaran, memberikan subsidi, dan berbagai program nyata untuk meningkatkan produksi pertanian.

"Kita semua berkewajiban, terutama kepala daerah, untuk menyukseskan usaha besar kita ini," ujarnya.

Presiden mengatakan, pemerintah akan terus memberikan subsidi pupuk. Ia menjelaskan, subsidi pupuk tahun 2007 mencapai Rp 8,7 triliun. Angka subsidi pupuk terus meningkat pada tahun 2008 menjadi Rp 14,6 triliun.

"Tahun 2009, mudah-mudahan disetujui DPR, insya Allah bertambah subsidinya menjadi Rp 20,6 triliun, berarti masih menjadi prioritas," kata Presiden.

Perhatian besar pun, kata Presiden, ditujukan pada pengadaan benih padi. Pada tahun 2007, alokasi anggaran untuk benih mencapai Rp 1 triliun, tahun 2008 menjadi Rp 1,4 triliun.

"Tahun 2009 kita tingkatkan Rp 1,5 triliun. Ini usaha kita. Dan jangan lupa, Departemen Pertanian tahun 2008 kita kucurkan untuk membantu subsidi Rp 33 triliun, dan 2009 kita rencanakan Rp 35 triliun. Tidak sedikit, tetapi saya tahu, (itu) belum sepenuhnya sesuai dengan yang kita tuju," kata Presiden.

Pemerintah serius

Menanggapi sambutan Gubernur Jabar, Presiden Yudhoyono menegaskan, pemerintah sangat serius untuk mewujudkan swasembada pangan. Hal itu ditempuh melalui berbagai cara, termasuk penelitian bibit padi varietas unggul dan perbaikan infrastruktur pertanian.

"Sudah lama memang kita tidak menambah atau memperbaiki infrastruktur pertanian. Kita akan mengalokasikan dana untuk sektor tersebut," tuturnya.

Presiden menjelaskan, setelah mengalami krisis moneter selama 10 tahun, ekonomi jatuh dan penerimaan sedikit, pemerintah memang sudah lama tidak membangun infrastruktur baru.

"Sekarang ini kita mulai membangun, meningkatkan anggaran untuk membangun infrastruktur, termasuk irigasi. Memang harus bertahap, karena yang kita bangun di seluruh Indonesia tidak mungkin sekaligus. Uang kita tidak cukup, harus dibagi dengan pendidikan, kesehatan, dan lain-lain," kata Presiden.

Menurut Presiden, membangun prasarana seluruh Indonesia memerlukan biaya besar. Pada tahun 2005 dianggarkan untuk prasarana mencapai Rp 32,9 triliun. Anggaran itu naik tahun 2006 menjadi Rp 55 triliun, bahkan tahun 2007 naik lagi menjadi Rp 64 triliun.

"Tahun 2008 lebih naik lagi menjadi Rp 89 triliun. Tahun 2009, mudah-mudahan disetujui DPR, kita akan tingkatkan menjadi Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun. Untuk apa? Ya untuk membangun, agar lebih meningkat produksi padi kita," katanya.

Acara pembukaan PPN III dihadiri ribuan petani dan peneliti pertanian. Presiden didampingi Ibu Negara Ny. Ani Yudhoyono, Mentan Anton Apriyantono, Seskab Sudi Silalahi, Meneg BUMN Sofyan Djalil, dan Jubir Kepresidenan Andi Mallarangeng.

Sementara itu, Gubernur Jabar didampingi seluruh unsur muspida Jabar, serta para bupati dan wali kota se-Jabar.

Pada kesempatan itu, Presiden menyerahkan benih padi varietas unggul baru, Inpari (Inbrida Padi Irigasi) dan Inpara (Inbrida Padi Rawa) kepada sembilan bupati, yakni Bupati Subang, Bupati Soppeng, Bupati Musi Banyuasin, Bupati Indramayu, Bupati Banjarnegara, Bupati Bantul, Bupati Pacitan, Bupati Sukoharjo, dan Bupati Karawang. (A-81/A-106/A-130)***

Sumber : Pikiran Rakyat, Jum'at 25 Juli 2008


Baca Selengkapnya...

24 Juli 2008

Daging Palsu Ditemukan di Cimahi

CIMAHI, (PR).-
Petugas dari Pengawasan Mutu Hasil Pangan Dinas Perekonomian dan Koperasi (Disperekop) Kota Cimahi dan Dinas Peternakan (Disnak) Provinsi Jawa Barat menemukan daging sapi, ayam, dan kambing yang diduga palsu atau diawetkan formalin serta beredar di beberapa pasar tradisional di Kota Cimahi. Daging tersebut dijual lebih murah Rp 1.000,00-Rp 2.000,00 dari harga pasaran.

Daging tak layak konsumsi itu ditemukan, Rabu (23/7), pada inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan di pasar tradisional. Sidak dilakukan pada pukul 4.00 WIB. Saat itu, para pedagang daging sapi, ayam, dan kambing membuka lapaknya di dua pasar tradsional besar di Kota Cimahi.

"Kami mendapat informasi adanya penjualan daging palsu di kedua pasar itu. Hasil sidak mendapatkan sekitar 70 sampel daging sapi, 70 sampel daging kambing, dan 70 sampel daging ayam yang diindikasikan ada unsur pemalsuan daging seperti pencampuran daging baru dengan daging yang sudah lama," ujar Kasi Pengawasan Mutu Hasil Pangan Disperekop Cimahi drh. Suyoto, Rabu (23/7).

Dugaan adanya daging palsu itu, lanjut Suyoto, diketahui dari perbedaan warna daging. Pada sebagian daging masih terlihat warna merah segar, tetapi pada bagian lainnya terlihat pucat. "Selain itu, daging yang sudah lama terasa agak keras dibanding daging segar. Sebagian sampel itu juga terindikasikan menggunakan formalin," katanya.

Khusus daging ayam, Suyoto menambahkan, ditemukan penjual daging ayam yang menjual ayam mati tanpa dipotong. ``Ayam yang mati kemaren (tiren) itu banyak yang langsung dijual tanpa dipotong. Hal ini tentu saja membahayakan karena menyebabkan penyakit seperti kanker sampai penyakit yang menyerang otak," ungkap Suyoto.

Meski demikian, Suyoto menegaskan, Disperekop Kota Cimahi dan Disnak Jabar masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Hal ini dimaksudkan untuk mendapat kepastian kualitas daging yang diduga merupakan daging palsu tersebut.

"Kami akan meneliti sampel di laboratorium kesehatan hewan di Cikole, Lembang. Pemeriksaan itu untuk membuktikan kandungan adanya daging palsu, formalin, dan jumlah kuman dalam sampel," katanya menjelaskan. (CA-172)***

Sumber : Pikiran Rakyat, Kamis 24 Juli 2008


Baca Selengkapnya...

 
Tutorial Blogspot©